Tuesday, June 24, 2008

Say NO to Puyer!!

BUAT YANG PUNYA ANAK KECIL SEMOGA BERMANFAAT

Say NO to Puyer!! Buat yang punya anak kecil......

Sabtu kemarin, tanggal 3 Mei 2008, aku ikut seminar kesehatan, dengan

tema : Seminar dan Diskusi Pakar : Puyer, Quo Vadis?

Sepintas, nggak ada yang aneh sama judulnya.. kelihatannya Cuma 'oohh

tentang puyer'. Siapa sih nggak kenal puyer? Dari jaman kita masih kecil,

sampe sekarang kita punya anak, dokter kan sering meresepkan puyer buat

kita. Jadi, kenapa musti dibuat seminar khusus??

Menilik para pembicara... hmmm...

1. Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudi, Sp.FK (Departemen Farmakologi FKUI)

2. Dra. Ida Z. Hafiz, Apt. Msi (Departemen Farmasi FKUI)

3. Dr. Moh Shahjahan (WHO)

4. dr, Purnamawati S. Pujiarto, Sp.A(K), MMPed (Yayasan Orang Tua Peduli)

Kemudian ada diskusi yang diikuti para panelis dari YLKI, IDI Jakarta,

Pembicara, Majelis Kode Etik Kedokteran, Dirjen Pelayanan kefarmasian dan

Alat Kesehatan Depkes.

Jelas ini seminar penting. Pesertanya lumayan banyak, ada dari mahasiswa

FKUI, dokter2, apoteker2, dan juga masyarakat awam. Pesertanya sekitar

300 orang. Makin penasaran, hal yang begitu biasa, diseminarkan, dengan

dihadiri para ahli??

Dari seminar ini, aku lumayan terhenyak dengan penjelasan dari Prof

Rianto. Sebenernya aku udah tau sih, puyer itu polifarmasi, yang akan

meningkatkan efek samping obat, yang dosisnya jadi nggak jelas, yang

meningkatkan risiko interaksi obat, de el el. Tapi penjelasan Prof Rianto

lebih membuka mata terhadap risiko puyer yang nggak main-main. Apa aja

sih risiko pemberian puyer itu :

1. Menurunnya kestabilan obat - kenapa? karena obat-obatan yang dicampur

tersebut punya kemungkinan berinteraksi satu sama lain.

2. Bisa jadi obatnya sudah rusak sebelum mencapai sasaran krn proses

penggerusan. Ada obat yang sedemikian rupa dibuat, karena obat tersebut

akan hancur oleh asam lambung. Karena misalnya, obat itu ditujukan untuk

infeksi saluran pernapasan atas, maka obat tersebut harus dibuat sehingga

terlindung dari asam lambung. Nah, kalo digerus jadi puyer, ya obat itu

akan segera hancur kena asam lambung. Lebih buruk, obat itu bisa jadi

malah akan melukai lambung.

3. Dosis yang berlebihan - dokter kan nggak mungkin apal sama setiap

merek obat. Jadi akan ada kemungkinan dokter meresepkan 2 merek obat yang

berbeda, namun kandungan aktifnya sama.

4. Sulitnya mendeteksi obat mana yang menimbulkan efek samping - karena

berbagai obat digerus jadi satu (Prof Rianto menyebutkan, ada dokter yang

meresepkan sampai 57 obat dalam 1 puyer!!!), dan terjadi reaksi efek

samping terhadap pasien, akan sulit untuk melacak obat mana yang

menimbulkan reaksi, lha wong obatnya dicampur semua...

5. Kesalahan dalam peracikan obat - bisa jadi tulisan dokter bisa jadi

nggak kebaca sama apoteker, sehingga bisa membuat salah peracikan (Prof

Rianto mencontohkan pasien asma diberi obat diabetes karena apoteker

salah baca tulisan dokter. Alhasil pasien seketika pingsan, dan saat

sadar, fungsi otaknya sudah tidak bisa kembali seperti semula).

6. Pembuatan puyer dengan cara digerus atau diblender, sehingga akan ada

sisa obat yg menempel di alatnya. Berarti, puyer yang diberikan ke

pasien, dosisnya sudah berubah - jadi.. kalo yang diresepin itu AB, tetep

akan ada kemungkinan resistensi dong ya, kan dosisnya udah di bawah dari

yang diresepin dokter?

7. Proses pembuatan obat itu kan harus steril, istilahnya harus dibuat

dalam ruangan yang jumlah kumannya sudah disterilkan (istilah ker enny a

clean room) - lha waktu proses pembuatan puyer di apotek... hmmm di dalem

clean room kah? Apotekernya pake sarung tangan kah? Sisa obat lain yang

sebelumnya digerus, sudah dibersihkan dengan benarkah? Kalo itu semua

jawabannya tidak (atau salah satu aja jawabannya tidak), means, obat yang

digerus sudah tercemar.

Yang paling mengerikan : ada obat yang sengaja dibuat slow release,

artinya dalam 1 tablet yang diminum, itu akan larut sedikit demi sedikit

didalam tubuh. Kalo sudah digerus jadi puyer, obat itu akan seketika

larut.

Kebayangkan , berarti akan ada efek dumping... mampukah tubuh kita

menahan efek itu?

Sementara, yang biasa dikasih puyer kan bayi dan anak-anak...

mampukah tubuh kecil mereka menahan efek ini..??

Lebih terhenyak lagi, saat Dr. Moh Shahjahan dari WHO menceritakan bahwa

untuk Asian Region, cuma Indonesia yang masih pake puyer. Even

Bangladesh, yang miskin itu, sudah lama meninggalkan puyer, karena

dinilai terlalu banyak risk nya ketimbang benefitnya.

Sayang, dari seminar tersebut, para dokter sendiri masih pro dan kontra

mengenai puyer. Kebanyakan yang pro puyer, hanya menyoroti soal murah dan

mudah ( kan pasien kecil susah minum obat)... tapi kalo sudah

membahayakan jiwa... masihkah bisa berlindung di balik alasan2 tersebut??

So far, yang bisa dilakukan hanyalah menyadari konsumen yang bijak.

Bukan dokter yang akan menanggung efek sampingnya.. .

tapi anak-anak kita.. jadi bijaklah dalam memutuskan apapun yang harus

diminum oleh anak...

dr. Purnamawati menyarankan:

1. tanya diagnosa dalam bahasa medis, setiap kali kita berkunjung ke

dokter (ternyata radang tenggorokan itu bukan diagnosa, tapi gejala...

hiks..), supaya kita bisa browsing di internet mengenai penyakit tersebut

2. tiap kali diberi obat (atau resep) tanyakan nama obatnya, kegunaan

obat tersebut, dan efek sampingnya. Usahakan, sebelum ditebus, browsing

dulu di internet, supaya kita benar2 tahu apa kandungan aktif dari obat

tersebut dan apa efek sampingnya.

Selama kita masih bisa ke dokter, dan dokter masih sempet nulis resep,

artinya keadaan belum emergency. Jadi sempatkan untuk browsing dan/atau

cari 2nd opinion. Kalo keadaan emergency, pasti dokter gak akan nulis

resep, tapi akan segera merujuk ke RS, bukan?

Soal obat, aku punya pengalaman, dikasih obat penahan rasa sakit sama

dokter (saat itu aku menderita abses peritonsillar - di dokter ke 3 baru

berhasil dapetin diagnosa ini, 2 dokter sebelumnya cuma bilang radang

tenggorokan) , yang ternyata efek sampingnya : penurunan kesadaran,

halusinasi, pendarahan lambung... Jadi, ndak usah ditebus aja lah...

masih bisa kok nahan sakit sebentar lagi.

Semoga, berawal dari seminar ini, dunia kesehatan Indonesia bisa lebih

berbenah diri, demi anak-anak Indonesia .

Diambil dari milis Gamais


No comments: