BUAT YANG PUNYA ANAK KECIL SEMOGA BERMANFAAT
Say NO to Puyer!! Buat yang punya anak kecil......
Sabtu kemarin, tanggal 3 Mei 2008, aku ikut seminar kesehatan, dengan
tema : Seminar dan Diskusi Pakar : Puyer, Quo Vadis?
Sepintas, nggak ada yang aneh sama judulnya.. kelihatannya Cuma 'oohh
tentang puyer'. Siapa sih nggak kenal puyer? Dari jaman kita masih kecil,
sampe sekarang kita punya anak, dokter kan sering meresepkan puyer buat
kita. Jadi, kenapa musti dibuat seminar khusus??
Menilik para pembicara... hmmm...
1. Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudi, Sp.FK (Departemen Farmakologi FKUI)
2. Dra. Ida Z. Hafiz, Apt. Msi (Departemen Farmasi FKUI)
3. Dr. Moh Shahjahan (WHO)
4. dr, Purnamawati S. Pujiarto, Sp.A(K), MMPed (Yayasan Orang Tua Peduli)
Kemudian ada diskusi yang diikuti para panelis dari YLKI, IDI Jakarta,
Pembicara, Majelis Kode Etik Kedokteran, Dirjen Pelayanan kefarmasian dan
Alat Kesehatan Depkes.
Jelas ini seminar penting. Pesertanya lumayan banyak, ada dari mahasiswa
FKUI, dokter2, apoteker2, dan juga masyarakat awam. Pesertanya sekitar
300 orang. Makin penasaran, hal yang begitu biasa, diseminarkan, dengan
dihadiri para ahli??
Dari seminar ini, aku lumayan terhenyak dengan penjelasan dari Prof
Rianto. Sebenernya aku udah tau sih, puyer itu polifarmasi, yang akan
meningkatkan efek samping obat, yang dosisnya jadi nggak jelas, yang
meningkatkan risiko interaksi obat, de el el. Tapi penjelasan Prof Rianto
lebih membuka mata terhadap risiko puyer yang nggak main-main. Apa aja
sih risiko pemberian puyer itu :
1. Menurunnya kestabilan obat - kenapa? karena obat-obatan yang dicampur
tersebut punya kemungkinan berinteraksi satu sama lain.
2. Bisa jadi obatnya sudah rusak sebelum mencapai sasaran krn proses
penggerusan. Ada obat yang sedemikian rupa dibuat, karena obat tersebut
akan hancur oleh asam lambung. Karena misalnya, obat itu ditujukan untuk
infeksi saluran pernapasan atas, maka obat tersebut harus dibuat sehingga
terlindung dari asam lambung. Nah, kalo digerus jadi puyer, ya obat itu
akan segera hancur kena asam lambung. Lebih buruk, obat itu bisa jadi
malah akan melukai lambung.
3. Dosis yang berlebihan - dokter kan nggak mungkin apal sama setiap
merek obat. Jadi akan ada kemungkinan dokter meresepkan 2 merek obat yang
berbeda, namun kandungan aktifnya sama.
4. Sulitnya mendeteksi obat mana yang menimbulkan efek samping - karena
berbagai obat digerus jadi satu (Prof Rianto menyebutkan, ada dokter yang
meresepkan sampai 57 obat dalam 1 puyer!!!), dan terjadi reaksi efek
samping terhadap pasien, akan sulit untuk melacak obat mana yang
menimbulkan reaksi, lha wong obatnya dicampur semua...
5. Kesalahan dalam peracikan obat - bisa jadi tulisan dokter bisa jadi
nggak kebaca sama apoteker, sehingga bisa membuat salah peracikan (Prof
Rianto mencontohkan pasien asma diberi obat diabetes karena apoteker
salah baca tulisan dokter. Alhasil pasien seketika pingsan, dan saat
sadar, fungsi otaknya sudah tidak bisa kembali seperti semula).
6. Pembuatan puyer dengan cara digerus atau diblender, sehingga akan ada
sisa obat yg menempel di alatnya. Berarti, puyer yang diberikan ke
pasien, dosisnya sudah berubah - jadi.. kalo yang diresepin itu AB, tetep
akan ada kemungkinan resistensi dong ya, kan dosisnya udah di bawah dari
yang diresepin dokter?
7. Proses pembuatan obat itu kan harus steril, istilahnya harus dibuat
dalam ruangan yang jumlah kumannya sudah disterilkan (istilah ker enny a
clean room) - lha waktu proses pembuatan puyer di apotek... hmmm di dalem
clean room kah? Apotekernya pake sarung tangan kah? Sisa obat lain yang
sebelumnya digerus, sudah dibersihkan dengan benarkah? Kalo itu semua
jawabannya tidak (atau salah satu aja jawabannya tidak), means, obat yang
digerus sudah tercemar.
Yang paling mengerikan : ada obat yang sengaja dibuat slow release,
artinya dalam 1 tablet yang diminum, itu akan larut sedikit demi sedikit
didalam tubuh. Kalo sudah digerus jadi puyer, obat itu akan seketika
larut.
Kebayangkan , berarti akan ada efek dumping... mampukah tubuh kita
menahan efek itu?
Sementara, yang biasa dikasih puyer kan bayi dan anak-anak...
mampukah tubuh kecil mereka menahan efek ini..??
Lebih terhenyak lagi, saat Dr. Moh Shahjahan dari WHO menceritakan bahwa
untuk Asian Region, cuma Indonesia yang masih pake puyer. Even
Bangladesh, yang miskin itu, sudah lama meninggalkan puyer, karena
dinilai terlalu banyak risk nya ketimbang benefitnya.
Sayang, dari seminar tersebut, para dokter sendiri masih pro dan kontra
mengenai puyer. Kebanyakan yang pro puyer, hanya menyoroti soal murah dan
mudah ( kan pasien kecil susah minum obat)... tapi kalo sudah
membahayakan jiwa... masihkah bisa berlindung di balik alasan2 tersebut??
So far, yang bisa dilakukan hanyalah menyadari konsumen yang bijak.
Bukan dokter yang akan menanggung efek sampingnya.. .
tapi anak-anak kita.. jadi bijaklah dalam memutuskan apapun yang harus
diminum oleh anak...
dr. Purnamawati menyarankan:
1. tanya diagnosa dalam bahasa medis, setiap kali kita berkunjung ke
dokter (ternyata radang tenggorokan itu bukan diagnosa, tapi gejala...
hiks..), supaya kita bisa browsing di internet mengenai penyakit tersebut
2. tiap kali diberi obat (atau resep) tanyakan nama obatnya, kegunaan
obat tersebut, dan efek sampingnya. Usahakan, sebelum ditebus, browsing
dulu di internet, supaya kita benar2 tahu apa kandungan aktif dari obat
tersebut dan apa efek sampingnya.
Selama kita masih bisa ke dokter, dan dokter masih sempet nulis resep,
artinya keadaan belum emergency. Jadi sempatkan untuk browsing dan/atau
cari 2nd opinion. Kalo keadaan emergency, pasti dokter gak akan nulis
resep, tapi akan segera merujuk ke RS, bukan?
Soal obat, aku punya pengalaman, dikasih obat penahan rasa sakit sama
dokter (saat itu aku menderita abses peritonsillar - di dokter ke 3 baru
berhasil dapetin diagnosa ini, 2 dokter sebelumnya cuma bilang radang
tenggorokan) , yang ternyata efek sampingnya : penurunan kesadaran,
halusinasi, pendarahan lambung... Jadi, ndak usah ditebus aja lah...
masih bisa kok nahan sakit sebentar lagi.
Semoga, berawal dari seminar ini, dunia kesehatan Indonesia bisa lebih
berbenah diri, demi anak-anak Indonesia .
Diambil dari milis Gamais
No comments:
Post a Comment